Membuat Bintang dari Tusuk Sate, Tidak Hanya Membutuhkan Kemampuan Kognitif
Menurut Winkel (1996 ; 53), belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai proses belajar.
Proses belajar yang saya dapatkan pada saat berkelompok untuk membuat bintang yang tidak lepas dari tusuk gigi adalah :
1. Berdasarkan landasan filosofis
Proses belajar yang didapatkan berdasarkan landasan filosofis yaitu melalui kegiatan ini kita diajarkan untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan tugas ataupun ketika menghadapi problema di dalam kehidupan ini. Dengan berpikir kritis kita melakukan perenungan dan mempertimbangkan cara seperti apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
Dalam menyelesaikan tugas membuat bintang ini, juga membutuhkan berpikir filsafat. Berpikir filsafat maksudnya adalah berpikir secara radikal, sistematis dan universal. Berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya di mana ketika menyelesaikannya kita dituntut agar bisa membuat bintang yang tidak lepas dan kuat sehingga ketika bintangnya diputar-putar pun tidak akan lepas.
Berpikir sistematis adalah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan yang teratur. Di mana ketika menyelesaikannya kita dituntut untuk membuat langkah-langkah yang teratur yang mana di atas atau di bawah.
Berpikir universal ialah berpikir secara menyeluruh, tidak khusus, tidak terbatas kepada bagian-bagian tertentu.
Berdasarkan pemikiran filsafat progresivisme, melalui kegiatan ini juga saya mendapatkan begaimana dalam memecahkan masalah diperlukan adanya pengalaman indra, belajar sambil bekerja dan mengembangkan intelegensi. Jadi, belajar tidak hanya dari buku tetapi melalui permainan ini juga dapat mengembangkan intelegensi.
Jadi, melalui filsafat pendidikan ini didapatkan bahwa dengan memahami berpikir filsafat ini, kita dapat menjadikannya sebagai dasar dalam berpikir untuk menyelesaikan masalah dan sebagai dasar dalam membuat keputusan
2. Berdasarkan landasan psikologis
Proses belajar yang didapatkan berdasarkan landasan psikologis yaitu melalui kegiatan ini behwa proses belajar ternyata tidak hanya memperhatikan kemampuan kognitif saja tetapi kita juga harus melihat adanya perbedaan-perbedaan dalam diri individu berdasarkan tingkat perkembangannya. Di mana perbedaan itu seperti tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, dan lain-lain.
Selain itu, melalui kegiatan ini juga dapat memahami taksonomi perilaku manusia yang mana terdiri dari 3 domain yaitu cognitive domain, affektive domain, dan psychomotor domain.
Dari cognitive domain dapat mengembangkan kemampuan mengingat yaitu ketika dalam membuat bintang tersebut saya mengingat cara apa yang sudah dilakukan dan ketika cara itu salah maka cara tersebut tidak digunakan lagi. Juga dapat mengembangkan kemampuan comprehension yaitu dapat menangkap makna dari atribut yang ada di ujung lidi, di mana atribut tersebut ternyata berfungsi sebagai pengait bagi lidi lainnya.
Dari affective domain dapat mengembangkan receiving yaitu bagaimana memperhatikan kontribusi dari masing-masing anggota agar dapat menyelesaikan tugas tersebut. Juga mengembangkan dalam menanggapi, mengnhargai, membentuk dan berpribadi.
Dari psychomotor domain dapat mengembangkan kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan dan kegiatan fisik.
3. Berdasarkan landasan sosiobudaya
Proses belajar yang didapatkan berdasarkan landasan sosiobudaya melalui kegiatan ini saya mendapatkan bahwa manusia itu memang merupakan makhluk sosial. Manusia memiliki ketergantungan dengan manusia lainnya. Di mana dalam kelompok ini, setiap anggota memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan kami menggabungkan ide-ide yang kami miliki agar dapat menyelesaikan tugas tersebut.
Referensi :
1. Drs. H. Burhanuddin Salam “Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik)”
2. Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd. “Paradigma Baru Pembelajaran”
17 Februari 2010, Laura Feronika Pebriyanti Sihombing
0 komentar:
Posting Komentar