Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori belajar konstruktivistik juga merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses dan lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta didik. Teori ini juga memandang kebebasan sebagai penentu keberhasilan belajar. Pengetahuan menurut teori konstruktivistik bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Berbeda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar peserta didik atau siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Selanjutnya beberapa aspek konstruktivistik menurut Fornot adalah sebagai berikut: (1) adaptasi (adaptation), (2) konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan (3) pembentukan makna (the construction of meaning).
Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
1. peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
2. pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
3. mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme:
1. pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
2. fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivis
Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-konstruktivisme/
Teori Konstruktivisme (10 November 2010)
http://duadania.blogspot.com/2009/05/teori-konstruktivistik.html
TEORI KONSTRUKTIVISTIK (10 November 2010)
0 komentar:
Posting Komentar